Pada dasarnya kebutuhan pangan merupakan
kebutuhan seluruh manusia di dunia. Selain itu, pangan merupakan kebutuhan
utama bagi manusia yang setiap saat harus dipenuhi. Karena itu,
kebijakan-kebijakan pada suatu negara dikeluarkan untuk mengatur sistem pangan.
Kebijakan tersebut diharapkan menciptakan kestabilan konsumsi pangan. Di
Indonesia, UU No. 7/1996 menjelaskan tentang bahwa pangan merupakan kebutuhan
dasar dan salah satu hak asasi manusia. Selain itu, pada peraturan pemerintah
RI No. 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan dijelaskan bahwa ketahanan pangan
merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk
membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui
perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam
serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya
beli masyarakat.
Di Indonesia, pangan sering dikaitkan dengan
beras karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama masyarakat
Indonesia. Kebijakan pangan sendiri di Indonesia dimulai pada era orde baru
tahun 1966-1997. Saat itu, beberapa implementasi operasional termasuk Pemenuhan
pangan difokuskan pada pangan pokok beras. Terdapat pula upaya teknis yang
dilakukan dan mencakup perhubungan antar setiap sektor. BUMN Benih dalam
melaksanakan usaha perakitan, pengadaan, dan distribusi benih unggul
bekerjasama dengan IRRI (International Rice Research Institute). Selain
itu, ketika pemunuhan pangan dalam jangka pending kurang, maka usahanya adalah
mengimpor. Namun, saat itu kebijakan mengimpor belum negatif. Usaha Indonesia
saat itu tidak percuma. Adapun prestasi yang Indonesia dapatkan yaitu Pencapaian swasembada
beras 2004 dan Penghargaan FAO untuk Presiden RI pada Nop. 2005 di Kantor Pusat
FAO di Roma, Italia.
Keberhasilan saat itu berbeda yang dialami pada zaman ini. Pada
dasarnya, impor dilakukan karena permintaan tinggi sedangkan produksi dalam
dalam negeri terbatas. Hasil penelitian dari Simatupang dan Timmer (2008)
menunjukkan bahwa hanya periode menjelang akhir decade 70an hingga awal dekade
80an yang menunjukkan laju pertumbuhan produksi beras mengalami akselerasi yang
pesat sekitar 7%, dan setelah itu hingga 1998 menurun dan selama 1998-2005
stabil sekitar 1.2%.
Sumber: Simatupang, Pantjar dan C. Peter Timmer (2008), ”Indonesian
Rice Production: Policies and Realities”, Bulletin of Indonesian Economic
Studies, 44(1): 65-79 |
Gejolak yang dialami semakin menumbuhkan persoalan. Tahun 2004
Indonesia berswasembada beras, namun pangan lain justru stagnant. Begitu juga
dengan pencapaian penghargaan FAO untuk presiden RI. Asumsi penulis mengatakan
bahwa bagaimana bisa dikatakan sebuah negara dengan ketahanan pangan yang kuat,
padahal masih menggantungkan produk asing untuk memenuhi kebutuhan pangan
raknyatnya. Asumsi tersebut diperkuat dengan berbagai alasan yaitu pada tahun
2012 sebanyak 40% dari 4 juta anak di Indonesia mengalami malnutrisi sejak di
kandungan, Indonesia berada di urutan kelima sebagai negara dengan gizi buruk
sedunia, dan kebutuhan pokok masyarakat indonesia seperti gula, tepung terigu,
bawang putih, kedelai, daging sapi, dan garam pun masih harus mengimpor.
Apapun bentuk alasannya, Indonesia harus siap menghadapi kebutuhan
pangan rakyatnya. Belum lagi persoalan dunia yang menyangkut tentang pangan,
Indonesia harus memberikan kontribusi dalam upaya-upaya mengtasinya. Menurut
Yustika (2008), dalam kaitan dengan ketahanan pangan, pembicaraan harus
dikaitkan dengan masalah pembangunan pedesaan dan sektor pertanian. Sedangkan
manurut Tulus Tambunan (2008) menyatakan bahwa ketahanan pangan sangat
ditentukan sejumlah faktor berikut: (a) lahan, (b) infrastruktur, (c) teknologi,
keahlian dan wawasan, (d) energi, (e) dana, (f) lingkungan fisik/iklim, (g)
relasi kerja, dan (h) ketersediaan input lainnya. Sejak dimuatnya tulisan
tersebut pada tahun 2008, belum juga menghasilkan apa-apa dalam periode jangka
pendeknya. Penulis tidak menyalahkan sarannya, akan tetapi sudah banyak
saran-saran dari masyarakat untuk pemerintah, tetapi efeknya belum dirasakan.
Berdasarkan data dari harian Republika menyatakan pada judul beritanya bahwa
“Hati-Hati Krisis Pangan di Akhir 2015”.
Referensi
- Simatupang, Pantjar dan C. Peter Timmer (2008), ”Indonesian Rice Production: Policies and Realities”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 44(1): 65-79
- Ahmad Erani Yustika (2008), ”Masalah Ketahanan Pangan”, Kompas, Opini, Rabu, 16 Januari, halaman 6.
- Tulus Tambunan. 2008. KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA INTI PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF SOLUSINYA. Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti. Kadin Indonesia. Makalah yang dipersiapkan untuk Kongres ISEI
- Republikas Online. 2015. Hati-Hati Krisis Pangan di Akhir 2015. Reporter: Fuji Pratiwi. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/10/04/nvoxhm335-hatihati-krisis-pangan-di-akhir-2015.
Dinamika Ketahanan Pangan Indonesia
4/
5
Oleh
Unknown