Kamis, 27 Oktober 2016

Dinamika Ketahanan Pangan Indonesia

Pada dasarnya kebutuhan pangan merupakan kebutuhan seluruh manusia di dunia. Selain itu, pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia yang setiap saat harus dipenuhi. Karena itu, kebijakan-kebijakan pada suatu negara dikeluarkan untuk mengatur sistem pangan. Kebijakan tersebut diharapkan menciptakan kestabilan konsumsi pangan. Di Indonesia, UU No. 7/1996 menjelaskan tentang bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia. Selain itu, pada peraturan pemerintah RI No. 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan dijelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Di Indonesia, pangan sering dikaitkan dengan beras karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama masyarakat Indonesia. Kebijakan pangan sendiri di Indonesia dimulai pada era orde baru tahun 1966-1997. Saat itu, beberapa implementasi operasional termasuk Pemenuhan pangan difokuskan pada pangan pokok beras. Terdapat pula upaya teknis yang dilakukan dan mencakup perhubungan antar setiap sektor. BUMN Benih dalam melaksanakan usaha perakitan, pengadaan, dan distribusi benih unggul bekerjasama dengan IRRI (International Rice Research Institute). Selain itu, ketika pemunuhan pangan dalam jangka pending kurang, maka usahanya adalah mengimpor. Namun, saat itu kebijakan mengimpor belum negatif. Usaha Indonesia saat itu tidak percuma. Adapun prestasi yang Indonesia dapatkan yaitu Pencapaian swasembada beras 2004 dan Penghargaan FAO untuk Presiden RI pada Nop. 2005 di Kantor Pusat FAO di Roma, Italia.

Keberhasilan saat itu berbeda yang dialami pada zaman ini. Pada dasarnya, impor dilakukan karena permintaan tinggi sedangkan produksi dalam dalam negeri terbatas. Hasil penelitian dari Simatupang dan Timmer (2008) menunjukkan bahwa hanya periode menjelang akhir decade 70an hingga awal dekade 80an yang menunjukkan laju pertumbuhan produksi beras mengalami akselerasi yang pesat sekitar 7%, dan setelah itu hingga 1998 menurun dan selama 1998-2005 stabil sekitar 1.2%.

Sumber: Simatupang, Pantjar dan C. Peter Timmer (2008), ”Indonesian Rice Production: Policies and Realities”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 44(1): 65-79

Gejolak yang dialami semakin menumbuhkan persoalan. Tahun 2004 Indonesia berswasembada beras, namun pangan lain justru stagnant. Begitu juga dengan pencapaian penghargaan FAO untuk presiden RI. Asumsi penulis mengatakan bahwa bagaimana bisa dikatakan sebuah negara dengan ketahanan pangan yang kuat, padahal masih menggantungkan produk asing untuk memenuhi kebutuhan pangan raknyatnya. Asumsi tersebut diperkuat dengan berbagai alasan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 40% dari 4 juta anak di Indonesia mengalami malnutrisi sejak di kandungan, Indonesia berada di urutan kelima sebagai negara dengan gizi buruk sedunia, dan kebutuhan pokok masyarakat indonesia seperti gula, tepung terigu, bawang putih, kedelai, daging sapi, dan garam pun masih harus mengimpor.

Apapun bentuk alasannya, Indonesia harus siap menghadapi kebutuhan pangan rakyatnya. Belum lagi persoalan dunia yang menyangkut tentang pangan, Indonesia harus memberikan kontribusi dalam upaya-upaya mengtasinya. Menurut Yustika (2008), dalam kaitan dengan ketahanan pangan, pembicaraan harus dikaitkan dengan masalah pembangunan pedesaan dan sektor pertanian. Sedangkan manurut Tulus Tambunan (2008) menyatakan bahwa ketahanan pangan sangat ditentukan sejumlah faktor berikut: (a) lahan, (b) infrastruktur, (c) teknologi, keahlian dan wawasan, (d) energi, (e) dana, (f) lingkungan fisik/iklim, (g) relasi kerja, dan (h) ketersediaan input lainnya. Sejak dimuatnya tulisan tersebut pada tahun 2008, belum juga menghasilkan apa-apa dalam periode jangka pendeknya. Penulis tidak menyalahkan sarannya, akan tetapi sudah banyak saran-saran dari masyarakat untuk pemerintah, tetapi efeknya belum dirasakan. Berdasarkan data dari harian Republika menyatakan pada judul beritanya bahwa “Hati-Hati Krisis Pangan di Akhir 2015”.

Referensi
  1. Simatupang, Pantjar dan C. Peter Timmer (2008), ”Indonesian Rice Production: Policies and Realities”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 44(1): 65-79
  2. Ahmad Erani Yustika (2008), ”Masalah Ketahanan Pangan”, Kompas, Opini, Rabu, 16 Januari, halaman 6.
  3. Tulus Tambunan. 2008. KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA INTI PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF SOLUSINYA. Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti. Kadin Indonesia. Makalah yang dipersiapkan untuk Kongres ISEI
  4. Republikas Online. 2015. Hati-Hati Krisis Pangan di Akhir 2015. Reporter: Fuji Pratiwi. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/10/04/nvoxhm335-hatihati-krisis-pangan-di-akhir-2015.

Artikel Terkait

Dinamika Ketahanan Pangan Indonesia
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email